Selasa, 17 April 2018

Uji konvensional pada urin

Agustina Nazara 

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA 
"UJI KONVENSIONAL PADA URIN"



Oleh:
  1. Komang Trisno (1509005023)
  2. Richard Christian Daud (1709511001)
  3. I Gede Arya Mas Sosiawan (1709511002)
  4. Putu Yunika Cahyanti (1709511003)
  5. Aisyah Setyaningrum (1709511004)
  6. Regina B Br Ginting (1709511005)
  7. Doni Damara (1709511006)
  8. Agustina Lesmauli Nazara (1709511007)



LABORATORIUM BIOKIMIA VET II
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA 
2018




1. PENDAHULUAN 

Bahan dan Alat Pereaksi:

  • Urin Sapi Bali, urin Babi Bali, dan urin manusia
  • Asam nitrat pekat
  • Cuka encer 
  • Benedict 
  • Tabung reaksi dan rak tabung reaksi 
  • Gelas ukur
  • Pipet tetes 
  • Bensun

Tata kerja
1. Uji Protein

  • Uji Heller: 1 cc urin + asam nitrat pekat
  • Uji Didih: 2 cc urin dipanaskan (cek kekeruhan), jika keruh + cuka encer → cek kekeruhan 
2. Uji Reduksi 
  • Benedict: 1 cc urin + 2 cc benedict →↑cek warna
Hasil Percobaan 

1. Uji Heller 

2. Uji Didih 

3. Uji Reduksi (Benedict) 

2. PEMBAHASAN 
   Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh oleh ginjal lalu dikeluarkan dari tubuh melalui proses urinasi. Urin normal berwarna jernih transparan atau kuning muda. Proses urinasi berfungsi membuang zat sisa hasil metabolisme  yang merupakan sisa pembongkaran zat makanan, misalnya: karbondioksida (CO2), air (H20), amonia (NH3), urea dan zat warna empedu. Zat sisa metabolisme tersebut sudah tidak berguna lagi bagi tubuh dan harus dikeluarkan karena bersifat racun dan dapat menimbulkan penyakit. kandungan urin berupa air, urea, asam urat, ammonia, keratin, asam oksalat, asam fosfat, asam sulfat, klorida.

1. Uji Heller

  Uji ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya protein dalam urin. Uji ini dilakukan dengan cara menambahkan HNO3 pekat dan akan membentuk cincin berwarna putih dalam larutan. Hal ini disebabkan oleh denaturasi protein yang terjadi di permukaan saat ditetesi HNO3 yang tidak berlangsung lama dan menyebabkan cincin putih menghilang perlahan-lahan.
     Berdasarkan data yang diperoleh pada uji heller diperoleh hasil negatif. Pada urin sapi, urin babi, dan urin manusia tidak ditemukan adanya cincin berwarna putih.
Gambar. Uji heller: a) urin babi, b) urin sapi, c) urin manusia 

2. Uji Didih

   Uji didih bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam urin. Ada atau tidak nya protein dilihat dari kekeruhan yang dihasilkan. Urin yang normal dan sehat biasanya jernih dan tidak keruh setelah dipanaskan, tetapi apabila tidak jernih dan keruh menunjukkan bahwa ada kelainan maupun dehidrasi. Uji ini pada prinsipnya berdasarkan koagulasi protein yang terdapat pada urin jika urin tersebut dipanaskan.
      Pada uji yang dilakukan di dapat hasil normal karena tidak adanya kekeruhan dan urin tetap jernih setalah dipanaskan.
Gambar. Uji didih: a) urin babi, b) urin sapi

3. Uji Benedict

    Uji Benedict dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya glukosa dalam urin. Prinsip kerjanya yaitu menguji keberadaan gugus aldehida dan keton pada gula glukosa dan ketosa. Hasil positif diperoleh bila ditemukan dan terbentuknya endapan berwarna merah bata. Endapan ini terjadi karena reaksi dari ion logam tembaga (II) direduksi menjadi tembaga (I).
      Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan hasil negatif atau tidak ditemukan glukosa dalam urin karena tidak terbentuk endapan merah bata.
Gambar. Uji benedict: a) urin babi, b) urin sapi, c) urin manusia 


3. KESIMPULAN 

  1. Uji heller dilakukan untuk mengetahui adanya protein dalam urin. Pada percobaan yang dilakukan ditemukan hasil negatif karena tidak ditemukannya cincin putih. 
  2. Uji didih dilakukan untuk mengetahui adanya protein dalam urin. Dari percobaan yang dilakukan hasil yang didapat negatif (normal) karena urin tidak keruh saat dipanaskan. 
  3. Uji benedict dilakukan untuk mengetahui adanya glukosa dalam urin. Dari percobaan yang dilakukan, hasil yang didapat negatif karena tidak ditemukannya endapan merah bata. 

Sumber

Noliger, tonari. 2016."Laporan Praktikum Biokimia Veteriner II Pengantar Biokimia Klinik Veteriner: Urinalis Konvensional dan Modern" 21 April 2016 ( tonarinoligerrbaroo.blogspot.co.id/2016/04/laporan-praktikum-biokimia-veteriner-ii.html?m=1 diakses 13 April 2018)

Terimakasih ☺☺


Jumat, 13 April 2018

Uji empedu biokimia 2

Agustina Nazara


UJI PADA EMPEDU

Bahan Pereaksi dan Alat:
  • Empedu
  • Adams asetat encer
  • HNO3 pekat
  • Sukrosa encer
  • H2SO4 pekat
  • Tabung reaksi
  • Rak tabung reaksi
  • Gelas ukur
  • Pipet tetes 
Cara Kerja:
  1. Cek sifat fisik empedu (warna, viskositas, dan transparansi) .
  2. Uji Musin (empedu pekat) : Empedu 1-2 cc + 2-3 cc asam asetat encer → cek endapan? 
  3. Uji warna:
  • Gmelin: 2-3 cc HNO3 pekat diisi ke tabung reaksi, lalu 2 cc empedu ditambahkan melalui dinding tabung →cek
  • Pettenkofer: 2 cc empedu campur dengan larutan sukrosa encer ( homogenkan) lalu tambah 1-2 cc H2SO4 pekat melalui dinding.
Hasil percobaan
1. Uji Musin
 Sifat fisik awal:  Warna hijau, bening, encer
 Sifat fisik akhir:

  • warna: kuning (atas), bening (bawa)
  • Viscositas: Pekat (lapisan tengah), encer (bagian atas dan bawah)
  • Transparansi: Ada endapan
2. Uji Gmelin
  Sifat fisik awal: Warna hijau, bening, encer
  Sifat fisik akhir:
  • Warna: Hijau, kuning, biru, putih, ungu
  • Viscositas: Pekat
  • Tranparansi: Ada gumpalan, lapisan atas dan bawah bening
3. Uji Pettenkofer
  Sifat awal: Warna hijau, bening, encer
  Sifat akhir:
  • Warna: Hijau (atas), Merah (tengah), coklat pekat (bawah)
  • Viscositas: Pekat, bening (bagian atas)
  • Transparansi: Ada gumapalan (bagian tengah), bening (atas), pekat (bawah)

PEMBAHASAN
Empedu adalah cairan bersifat basa yang pahit dan berwarna hijau kekuningan, yang disekresikan oleh hepatosit hati. Empedu sangat penting dalam sistem pencernaan. Dalam empedu banyak terdapat senyawa penting, seperti garam empedu, zat warna empedu, lesitin, kolestrol dan garam-garam anorganik.

1. Uji Musin
      Uji musin dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa organik dalam empedu. Hal ini dapat diketahui melalui endapan musin dalam empedu setelah menambahkan asam asetat. Senyawa-senyawa yang dapat diidentifikasi yaitu zat organik seperti klorida, sulfat dan fosfat. Berdasarkan data percobaan menunjukkan bahwa teridentifikasi zat-zat organik karena adanya endapan musin.

2. Uji Gmelin
      Uji gmelin adalah uji warna dengan menambahkan empedu pada HNO3. Dari uji yang dilakukan, maka terbentuk warna:
  • Hijau: Merupakan warna dari pigmen empedu
  • Kuning: Menunjukkan adanya reaksi antara bilirubin (pigmen kuning) dengan larutan HNO3 pekat.
  • Ungu: Mesobilisianin yang merupakan hasil oksidasi dari empedu oleh HNO3.
  • Tidak berwarna: Warna dari HNO3

3. Uji Pettenkofer
      Uji pettenkofer dilakukan untuk membuktikan adanya garam empedu dan asam empedu yang terkandung didalamnya. Ada pun warna yang dihasilkan dari uji tersebut ialah
  • Hijau: Merupakan warna dari pigmen empedu
  • Coklat/keunguan: asam sulfat + empedu
  • Kuning: Asam sulfat
  • Bening: Sukrosa
Larutan sukrosa dengan H2SO4 akan membentuk gula heksosa yang kemudian membentuk hidroksimetilfurfural yang ditandai dengan adanya cincin ungu.

Kesimpulan
  1. Uji musin dilakukan untuk melihat adanya senyawa organik dalam empedu. Hal ini ditandai dengan adanya endapan musin.
  2. Uji gmelin adalah uji warna. Hijau merupakan warna pigmen empedu, kuning merupakan reaksi bilirubin dengan HNO3, ungu yaitu mesobilisianin (hasil oksidasi empedu oleh HNO3).
  3. Uji pettenkofer bertujuan membuktikan adanya garam dan asam empedu. Hijau adalah asam empedu, kuning: asam sulfat, ungu/coklat: asam sulfat + empedu, putih yaitu sukrosa.

Sumber
Akira,Nathania. 2015. "Laporan biokimia enzim, saliva, empedu". 18 November 2015 ( biokimiabaper4.blogspot.co.id/2015/11/laporan-biokimia-enzim-saliva-empedu.html?m=1 diakses 6 April 2018)
Chemistry. 2012."Empedu (laporan)". 18 Mei 2012 ( googleweblight.com/i?u=http://themaczmanchemistry.blogspot.com/2012/05/empedu-laporan.html?m%3D1&hl=id-ID diakses 6 April 2018 )

Terimakasih^_^
     

Fisiologi Respirasi, Pulsus, dan Temperatur Rektal Pada Sapi Bali


Agustina L Nazara

Laporan Praktikum Fisiologi Veteriner II
“Frekuensi Nafas, Pulsus, dan Suhu Tubuh Sapi”


oleh:
1. Agustina Lesmauli Nazara 1709511007
2. Jeremy Christian Luwis 1709511008
3. Salsabila Qutrotu’ain 1709511009
4. I Gst. Ayu Puji Mahasanti 1709511010
5. Ni Komang Ade Juliantari 1709511011






FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018











I. PENDAHULUAN 

      Status faali meliputi respirasi, pulsus, dan temperatur rektal merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan kesehatan suatu ternak yang dapat dilakukan dengan percobaan langsung. Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak terhadap lingkungannya. Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya, apabila lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan stress (cekaman) karena sistem pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya menjadi tidak seimbang. 

1.1 Frekuensi Nafas
 
      Respirasi adalah semua proses kimia maupun fisika dimana organisme melakukan pertukaran udara dengan lingkungannya. Respirasi berfungsi sebagai parameter yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui fungsi organ sampai organ tubuh bekerja secara normal. Fungsi utama pada respirasi yaitu menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida dari darah. Pengukuran terhadap parameter fisiologis bisa dilakukan dengan pengukuran respirasi, detak jantung dan temperatur tubuh. Hewan memerlukan suplai O2 secara terus menerus untuk respirasi selular sehingga dapat mengubah molekul bahan bakar yang diperoleh dari makanan. Hewan juga harus membuang CO2 yang merupakan produk buangan respirasi. Untuk memungkinkan terjadinya difusi gas-gas respirasi, diperlukan permukaan respirasi yang luas dan lembab.
 
1.2 Pulsus

      Pulsus dapat disebut juga denyut nadi. Frekuensi pulsus atau denyut jantung dikendalikan oleh sistem organ jantung yang dipengaruhi oleh sistem saraf. Jantung merupakan dua pompa yang menerima darah dalam arteri dan memompakan darah dari ventrikel menuju jaringan kemudian kembali lagi. Pada sapi, pengukuran pulsus dilakukan dengan meraba bagian pangkal ekornya sehingga terasa denyut arteri caudalisnya. kecepatan denyut jantung dapat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, aktivitas tubuh, suhu tubuh, latak geografis, penyakit dan stress. 

1.3 Suhu Tubuh 

      Temperatur tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan pelepas panas tubuh. Indeks temperatur dalam tubuh hewan dapat dilakukan dengan memasukkan termometer rektal ke dalam rektum. Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh antara lain bangsa ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan ternak, dan kondisi lingkungan ternak. Perbedaan temperatur tubuh disebabkan oleh kondisi eksternal dan aktivitas.



II. MATERI DAN METODE 

Materi
Sapi Bali (minimal 3)
Termometer Digital 
Stopwatch 
Stetoskop
 
Metode 
Metode yang digunakan yaitu metode langsung pada lapangan yaitu pada sapi disiang hari dan secara tidak langsung yaitu mengukur suhu dengan perhitungan waktu.



III. HASIL PRAKTKUM

Data mengenai hasil praktikum kami sebagai berikut.
No Jenis Sex     Umur Nafas* Pulsus** Temperatur  
1. Sapi Bali   Betina 3th 35     64  37°C
2. Sapi Bali   Betina 3th 37,4    66 37,6°C
3. Sapi Bali   Jantan 4th 38,2   80 38°C
       Rata-rata 3,3 36,9    70.     37,5°C

*Nafas (Kali/menit)  
**Pulpus (Denyut/menit) 





IV. PEMBAHASAN

      Praktikum ini memberikan gambaran bagaimana sapi beradaptasi dengan lingkungannya. Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil frekuensi nafas, denyut nadi (Pulsus), dan temperatur rektal. Hasil yang diperoleh dapat menunjukkan apakah sapi tersebut dalam keadaan normal atau sehat.
Gambar dibawah merupakan anggota-anggota yang bekerja sama dalam melakukan penelitian denyut nadi, frekuensi napas dan temperatur. Praktikum kali ini bertempat di kebun jl. Renon dimana sapi-sapi tersebut dimiliki oleh Bapak Wayan.
Gambar 1. Pengenalan Kelompok

Berdasarkan data yang diperoleh, frekuensi nafas ketiga sapi bali yakni 35, 37,4 dan 38,2. Dan dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa frekuensi nafas dari ketiga sapi tersebut adalah normal. Dimana menurut Duke's (1995) frekuensi nafas yang normal pada sapi yaitu 24-42. Frekuensi nafas yang bervariasi tergantung pada kondisi fisik, aktivitas, suhu lingkungan, dan ukuran tubuh sapi. Ukuran tubuh yang besar memerlukan oksigen dalam jumlah yang besar juga. Frekuensi  nafas ketiga sapi tersebut termasuk tinggi karana pengukurannya yang dilakukan pada siang hari yang menyebabkan frekuensi nafas semakin tinggi.


      Pulsus sapi bervariasi tergantung pada ukuran tubuh, umur, kondisi fisik, pemasukan makanan, suhu lingkungan, dan ruminasi. Menurut Duke's (1995)  keadaan normal denyut jantung sapi adalah 60-70. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, kedua sapi betina memiliki pulsus yang normal yakni 64 dan 66. Sedangkan pada sapi jantan melampaui batas normal. Hal ini bisa disebabkan oleh jenis kelamin yang berbeda serta aktivitas yang dilakukan. Sapi yang sakit atau stres, denyut jantungnya akan meningkat untuk waktu tertentu. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan sapi, semakin cepat pula denyut jantung. Sapi dengan ukuran tubuh lebih kecil memiliki denyut nadi yang lebih besar dibandingkan sapi yang lebih besar.
Gambar 2. Pemeriksaan Pulsus Sapi



      Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan memasukkan termometer kedalam rektal kira-kira setengah bagiannya. Menurut Duke’s (1995), temperatur rektal normal sapi adalah 37°C-39°C. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga sapi yakni 37°C, 37,6°C dan 38°C dapat disimpulkan bahwa temperatur rektal maupun suhu tubuh sapi dalam keadaan normal atau sehat. Temperatur rektal pada ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu temperatur lingkungan, aktifitas, pakan, minuman, dan pencernaan produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung tergantung pada makanan yang diperolehnya dan banyaknya persediaan makanan dalam saluran pencernaan.

Gambar 3. Pengukuran Suhu Sapi.




V. SIMPULAN

      Berdasarkan praktikum lapangan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa setiap sapi yang telah di uji memiliki rata-rata nafas 36,9 kali/menit, pulsus 70 kali/menit, dan temperature rektil 37,5˚C. Data tersebut menunjukkan bahwa sapi yang diperiksa secara fisiologis dalam keadaan sehat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain keadaan temperature lingkungan, kelembaban, ketinggian daerah, stress, dan penyakit. 



DAFTAR PUSTAKA 

1. Anggoro, Lintang. 2015.”FISIOLOGI TERNAK ACARA STATUS FAALI”. 11   Januari 2015 
lintangaen.blogspot.co.id/2015/01/laporan-praktikum-fisiologi-ternak.html?m=1 diakses 07 April 2018
2. Aminullah. 2015. “Laporan Praktikum Fisiologi Ternak (acara 1). 02 Maret 2015
https://aminnoah.blogspot.co.id/2015/03/laporan-praktikum-fisiologi-ternak.html?m=1 diakses 07 April 2018


Terimakasih ^_^


















Kamis, 05 April 2018

Uji Saliva Praktikum Biokimia 2

Agustina Nazara
Kamis, 5 April 2018

UJI SALIVA
   
      Saliva memiliki peranan penting dalam sistem pencernaan. Saliva membantu mempermudah menelan makanan dan tetap menjaga kelembaban rongga mulut. Saliva terdiri atas 99,5% air dan sisanya benda padat 0,3% zat organik (Musin, protein, ptialin / amilum)  dan 0,2% zat anorganik (Cl, S, dll). Musin berfungsi sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan.
Uji saliva yang dilakukan pada praktikum ini uji musin dan uji biuret.

Alat dan bahan:

  1. Saliva 2-3 cc
  2. Asam asetat encer (5%) 
  3. Asam asetat pekat (25%) 
  4. Biuret (NaOH 1 cc dan CuSO4 1 cc) 
  5. Tabung reaksi
  6. Rak tabung reaksi 
  7. Pipet tetes 

Tata kerja:
  1. Masukkan saliva masing-masing kedalam tiga tabung reaksi, amati bentuk fisik awal
  2. Uji musin: 
  • Tabung I: Saliva + asam asetat encer (5%) 
  • Tabung II: Saliva + asam asetat pekat (25%) 
 3. Uji biuret:
      Saliva + NaOH 1 cc + CuSO4 1 cc

Hasil Percobaan
  1. Tabung I: Saliva + asam asetat encer (5%) 
      Bentuk fisik saliva awal yaitu larutan cair dan keruh. Bentuk akhir setelah ditambah larutan asam asetat yaitu terdapat gumpalan putih dan larutan keruh. 

 2. Tabung II: saliva + asam asetat pekat (25%) 
     Bentuk fisik akhir larutan lebih encer, warna lebih bening dan gumpalan menghilang.

 3. Tabung III (uji biuret) : saliva + NaOH 1 cc + CuSO4 1 cc 
     Bentuk fisik akhir yaitu gumpalan berwarna biru hingga ungu yang menyebar

Pembahasan 

1. Uji Asam asetat encer dan pekat

    Asam asetat berfungsi mengendapkan musim yang terdapat dalam saliva dan mengubah struktur dari protein pada saliva, sehingga terjadi denaturasi yang menyebabkan penggumpalan protein. 
  • Saliva + asam asetat encer (5%)  
     Uji ini menghasilkan larutan seperti gel/gumpalan atau yang dikenal dengan musin. Hal ini terjadi karena adanya koagulasi dari molekul-molekul yang berupa protein (misalnya enzim amilase) yang terkandung dalam saliva (Simanjuntak, 2003).  Adanya gumpalan putih menunjukkan hasil positif yang artinya saliva tersebut mengandung protein. Hal ini karena saliva mengandung enzim amilase yang merupakan protein dan musin yang merupakan suatu glikoprotein.

  • Saliva + Asam asetat pekat (25%) 
      Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil yang negatif, hal ini karena saliva yang digunakan saat pengeksresian saliva dibantu dengan asam cuka encer makan, dan saliva pun tidak mengandung musin lagi. 

2. Uji Biuret
      Saliva + NaOH 1 cc + CUSO4 1 cc

      Uji biuret dilakukan untuk mengetahui keberadaan gugus amida pada larutan yang diuji (saliva). Dalam suasana basa (penambahan NaOH) Cu2+ akan bereaksi dengan gugus -CO dan -NH2 pada asam amino dalam protein sehingga membentuk suatu kompleks berwarna. Pada uji biuret ini, reagen yang digunakan yaitu NaOH dan CuSO4. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang akan membentuk kompleks protein, sedangkan NaOH berfungsi untuk menyediakan basa. Suasana basa membantu membentuk Cu(OH)2 yang akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Dari uji yang dilakukan, didapatkan hasil yang positif ditunjukkan dengan adanya endapan biru tua-keunguan yang berarti dalam saliva ada protein. 

Kesimpulan:

  1. Pada uji saliva menggunakan asam asetat encer didapatkan hasil positif dengan adanya gumpalan putih yang menunjukkan bahwa saliva mengandung protein. 
  2. Pada uji saliva menggunakan asam asetat pekat didapatkan hasil negatif karena saliva dibantu dengan asam cuka encer makan sehingga musin tidak ada lagi. 
  3. Pada uji biuret didapatkan hasil positif yang menunjukkan adanya gugus amida ditandai dengan adanya endapan bewarna biru tua yang berarti ion Cu2+ membentuk suatu kompleks berwarna.  



Daftar Pustaka 

Samosir, Hartina. 2015."Praktikum Biokimia 2 'Sifat Biokimia Saliva". 7 Maret 2015 ( hartinasamo.blogspot.co.id/2015/03/praktikum-biokimia-2-sifat-biokimia.html?m=1 diakses 5 April 2018). 


Simanjuntak, MT dan J. silalahi. 2003. "Praktikum Biokimia". ( http:/library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-mtsim2.pdf).

Denpasar,  Bali. 
Thank you☺